Situs Batujaya, Rengasdengklok : Mengapa ditinggalkan ?
Posted on 18 September 2006 by Rovicky
Ini ada tulisan kawan geologist yg bekerja di BPMIGAS.
Cukup menarik ulasan beliau. Untuk kita … apa yg dapat dipelajari dari peninggalan candi ini, simak paling akhir ditulisan ini.
sumber foto : http://www.ils.fr/candi/indonesie/cangkuang.htm
Situs Batujaya, Rengasdengklok : Penemuan Arkeologi Terpenting di Asia dalam 50 Tahun Terakhir
oleh Awang Harun Satyana
Mungkin
ulasan ini OOT (out of topic) tetapi, sebagaimana ekskavasi-ekskavasi
arkeologi lainnya, ada kaitannya juga dengan geologi: terkait dengan
sedimentasi Delta Citarum dan terkait dengan rencana pengembangan
lapangan minyak Pondok Tengah (Pertamina) dan pemboran eksplorasi Ranca
Jawa. Lagipula, penemuan besar semacam ini saya kalau tidak diketahui,
padahal jaraknya tak sampai 50 km di sebelah timur laut Jakarta. Semoga
bermanfaat.
Malam
Minggu kemarin (16 September 2006) saya nonton acara TV di MetroTV
pukul 19.05 (“Suara dari Yang Terkubur”) yang menampilkan acara-acara
bernuansa sains arkeologi dan geologi. Minggu lalu tentang penggalian
situs Tambora (sayang baru nonton 15 menit, listrik mati untuk dua jam),
Sabtu malam kemarin menayangkan penemuan dan penggalian situs Batujaya,
yang diklaim sebagai penemuan arkeologi terbesar di Asia dalam 50 tahun
terakhir ini. Acara berdurasi 45 menit ini menarik. Berikut adalah
catatan saya sehabis menonton (saya menontonnya seperti seorang
mahasiswa saja mencatat2 secara cepat apa yang didengar dan dilihat –
belajar kan tak harus di ruang kuliah, di rumah pun bisa, hanya perlu
niat, tak perlu yang lain) dan disokong beberapa pembacaan cepat atas
beberapa referensi (Atmamihardja, 1958 : Sadjarah Sunda, Ganaco-Bandung)
ini buku tua berbahasa Sunda yang saya peroleh di tukang loak;
Sutjiatiningsih et al., 1994, Sejarah Daerah Jawa Barat,
Depdikbud-Jakarta – ini juga dari tukang loak; Sedyawati, 2006 : Budaya
Indonesia – Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah, Rajawali Pers-Jakarta –
kalau ini pasti bukan dari tukang loak tetapi dari Gramedia Bogor)
Batujaya
adalah sebuah desa di tepi Sungai Citarum, sekitar 20 km di sebelah
barat laut kota Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Batujaya hanya 20 km
dari Ujung Karawang – tempat bermuaranya Sungai Citarum di Laut Jawa
yang membentuk delta. Sekitar 25 km ke sebelah timur, terdapat kampung
Cibuaya – sebuah kampung yang di kalangan para ahli arkeologi terkenal
sebab di dalamnya terdapat situs Cibuaya yang menyingkapkan
artefak-artefak penting pra-sejarah (Neolitikum) Jawa Barat dan
Indonesia. Cibuaya terletak 5 km dari tepi pantai. Dulu, mungkin
Batujaya dan Cibuaya terletak di tepi pantai, sedimentasi Kuarter di
wilayah ini sangat aktif.
Batujaya
sekarang terletak di tengah hamparan sawah. Telah 22 tahun situs ini
digali dan dipelajari para ahli arkeologi Indonesia dan mancanegara.
Situs ini pertama kali diketahui tahun 1984, semula berupa bukit-bukit
kecil di tengah sawah, penduduk setempat menyebutnya unur-unur
(bukit-bukit kecil). Sekarang tak ada lagi bukit-bukit tetapi
candi-candi hasil rekonstruksi dan lubang-lubang parit dan terbuka
galian para archaeologists.
Hasan Djafar, ahli arkeologi UI, kepala tim penggalian situs
Batujaya, menerangkan dengan runtut penemuan situs ini. Penggalian yang
telah berlangsung selama 22 tahun ini telah menghasilkan banyak penemuan
artefak : bongkah2 bata merah yang kemudian bisa direkonstruksi menjadi
candi-candi yang cukup besar, tembikar-tembikar, manik-manik,
tablet-tablet tanah liat dan yang mengejutkan dan baru ditemukan tahun
2006 ini (terutama Juli 2006) adalah penemuan puluhan kerangka manusia
yang masih utuh dari tengkorak sampai tapak kaki.
Dua orang perempuan ahli arkeologi berkebangsaan Prancis dan Belanda
khusus datang ke situs ini untuk mengekskavasi kerangka-kerangka di
situs Batujaya, mengambil beberapa sampel tulang dan gigi dan akan
melakukan penelitian DNA atas fosil tulang dan gigi guna mendapatkan
data karakteristik ragawi yang lebih lengkap. Metode terbaru dalam
arkeologi adalah bahwa pengambilan spesimen fosil suatu ras manusia
harus dilakukan oleh ahli arkeologi dari ras yang berlainan. Mungkin,
ini untuk menghindarkan kontaminasi saat pengambilan sampel. Karena
kerangka manusia di Batujaya diperkirakan dari ras Indonesia, yaitu
Mongolid, maka yang mengambil sampel adalah orang2 dari ras Eropa
(Kaukasoid).
Penelitian lebih dari 20 tahun ini tentu telah menghasilkan beberapa
kesimpulan sementara, yaitu : (1) situs ini berumur di ambang
pra-sejarah dan sejarah Indonesia (abad ke-4 dan ke-5 Masehi, saat ini
batas pra-sejarah dan sejarah Indonesia adalah tahun 400 Masehi), (2)
Candi Batujaya terbuat dari batamerah dan mempunyai ciri-ciri candi
Budha, (3) tembikar dan manik-manik yang ditemukan adalah dari masa
Neolitikum, (4) votive tablets (semacam meterai) dari tanah liat bakar
bertuliskan tulisan pendek dalam aksara Palawa.
Implikasi
penemuan situs Batujaya ini sangat penting bagi perkembangan
kepurbakalaan Indonesia, Jawa khususnya. Situs di pinggir Citarum ini
menunjukkan bahwa masyarakat purbakala Indonesia telah cukup
terorganisasi dan siap untuk meningkatkan peradaban. Keberadaan Candi
Batujaya meruntuhkan mitos bahwa di Jawa Barat tidak ada candi lain
selain Candi Cangkuang (candi Syiwa) di Leles Garut. Candi Batujaya
justru adalah candi yang paling tua di tanah Jawa yang berasal dari abad
ke-4 atau ke-5. Juga, Candi Batujaya ini meruntuhkan mitos bahwa
candi-candi yang berumur lebih mudalah yang dibangun dari bata merah
setelah candi yang lebih tua dibangun dari batuan gunung (andesitik)
(model candi Jawa Tengah ke Jawa Timur).
Aksara di tablet2 tanahliat yang ditemukan di Batujaya sama dengan
aksara yang dipakai pada prasasti-prasasti Tarumanagara yang ditemukan
lebih tersebar di daerah Jawa Barat. Bagaimana hubungan Batujaya dengan
Tarumanegara dan juga kerajaan-kerajaan Sunda sesudahnya (Galuh, Sunda,
Pajajaran). Penanggalan absolut dan posisi stratigrafik situs Batujaya
dan situs2 lainnya di Jawa Barat akan menjawab hal ini. Bagaimana pula
hubungannya dengan pengaruh pedagang-pedagang India beragama Hindu dan
Budha adalah persoalan tersendiri yang harus dijawab.
Penggalian dan penelitian di Situs Batujaya masih terus berlangsung,
analisis laboratorium atas sampel-sampel artefak dan fosil dari Batujaya
masih terus dilakukan. Data hasil analisis DNA pada kerangka2 manusia
yang ditemukan di situs ini nanti akan mengungkapkan banyak fakta.
Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita akan dapat mendengar
hasilnya.
Situs
Batujaya begitu pentingnya buat prasejarah dan awal sejarah bangsa
Indonesia. Dan, situs Batujaya menghadirkan artefak dan kerangka manusia
yang begitu lengkapnya, tak pernah dalam sejarah arkeologi ditemukan
artefak dan kerangka manusia pembuatnya dalam satu tempat secara sangat
lengkap.
Tetapi, penelitian arkeologi di situs Batujaya harus berdampingan
dengan kepentingan ekonomi pesawahan Karawang sebagai lumbung padi
nasional, dan rencana Pertamina dalam mengembangkan penemuan minyak di Pondok Tengah. Mungkin, tumpang-tindih lahan penelitian dan kepentingan ekonomi kelak akan terjadi.
Secara ekonomi, Situs Batujaya bisa saja dianggap tak menguntungkan,
namun dilihat dari sudut kebutuhan memperkuat jati diri bangsa, maka
sejarah bangsa yang jelas terbaca adalah sebuah modal pokok untuk
berjati diri. Bangsa yang dihapus sejarahnya akan menjadi bangsa yang
tidak percaya diri, yang dengan mudah akan dijadikan sasaran dominasi
bangsa lain. Siapa tahu Situs Batujaya kelak mengungkapkan bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang telah berbudaya tinggi sejak zaman
pra-sejarah pun.
Catatan RDP tentang candi ini : membandingkan dengan Candi Kedulan yang sayatuliskan sebelumnya:Sangat mungkin candi ini ditinggalkan bukan karena terkena bencana alam yg mendadak (katastropik) seperti candi-candi di Jawa Tengah (Jogja dan sekitarnya) yg diakibatkan oleh gunung meletus atau gempa. Bisa saja diinterpretasikan kerajaan/penguasa candi ini kalah berperang. Namun tentusaja perlu diklarifikasi dengan penelitian arkeologis yang lain. Mungkin uji forensik terhadap kerangka-kerangka dapat menunjukkan bagaimana orang-orang yg dikuburkan ini meninggal. Bisa saja wabah, bisa juga akibat berperang, atau karena terlanda endapan Citarum yang perlahan-lahan.
- Bentuk candi yang diketemukan ini relatif utuh bangunannya. dari foto terlihat keutuhan bangunan candi ini.
- Ditemukannya kumpulan (puluhan) kerangka-kerangka yang utuh.
Tulisan lain yang berhubungan :
0 komentar:
Posting Komentar